Parah!! Lelaki Ini Suruh Dia "Keluar Dari Rumah!" Hal Yang Dia Lakukan Selanjutnya "Keren Setengah Mati"! Ladies, Jangan Mau Diperlakuin Seperti "Sampah"!!!
Subuh-subuh jam 3, hapeku berdering. Rupanya si Inah. Suaranya terdengar serak, seperti sedang menangis. Aku buru-buru bertanya ada apa. Katanya dia sedang berantem dengan pacarnya dan diusir dari rumah. Awalnya Inah tidak ingin menganggu aku, tapi karena tidak bawa apa-apa jadi tidak tau harus kemana. Aku suruh dia pesan taxi langsung ke rumahku.
Aku menunggu Inah diruang tamu. Perasaanku tidak enak, aku khawatir dengan temanku itu. Sambil menunggu Inah, aku mulai berpikir tentang dia yang dulu.
Inah adalah teman baikku yang pertama di kuliah. Setelah kami lulus, kami menyewa satu apartemen kecil. Setiap hari aku bangun bukan karena jam beker, bukan karena mimpi, melainkan karena ranjangku yang sangat sempit. Setelah bangun, Inah akan memijit aku. Saat itu kami sangat dekat dan bahagia, kami juga berjanji bahwa jika tidak mendapat pasangan, kami akan terus tinggal bareng. Saling menemani sampai masa tua.
Inah adalah wanita yang sangat cantik. Banyak yang memuja dan mengejarnya. Karena itulah dia sudah terbiasa dimanja oleh lelaki. Semenjak itu Inah berubah, dia sudah tidak serajin dulu karena apa yang dia mau bisa didapatkan dari lelaki. Suatu siang, Inah datang bersama seorang lelaki untuk mengepak barang-barangnya. Katanya pacarnya itu memiliki rumah yang besar, dan ingin Inah buru-buru tinggal bersamanya. Aku menyuruh Inah untuk mempertimbangkan lagi, jangan membuat keputusan secepat itu. Tapi Inah tetap ingin pindah karena dia orangnya baik.
Dengan begitu saja, aku berdiri di depan jendela, menatap Inah dan pacarnya masuk ke dalam mobil. Entah kenapa, hatiku sakit.
Setelah Inah pindah, aku semakin fokus kerja dan sering berlembur. Tidak ada libur, tidak ada hiburan, tidak ada pacar. Walaupun begitu, pekerjaanku sangat lancar, aku mendapat promosi dan sering naik gaji. Menurutku jika sekarang tidak ada lelaki yang mencintaiku, maka aku harus lebih mencintai diri sendiri. Setelah duit terkumpul, aku pindah dari apertemen kecil itu. Lega rasanya, akhirnya aku dapat tinggal di tempat yang lebih nyaman. Aku undang Inah untuk merayakan pindahan rumahku. Inah datang dengan muka iri. Dia bilang enaknya sudah punya rumah sendiri. Aku hanya menjawab bahwa ini hanya pindah ke tempat yang lebih bagus saja, bukannya rumah sendiri.
Melihat muka Inah yang agak suram, aku merasa sedih. Aku bilang kepadanya kalau kalian tidak bahagia kenapa tidak pisah saja, jangan dipaksakan. Tapi Inah tidak membalas, hanya diam saja. Dia tidak mendengar nasihatku, esok harinya Inah tetap pulang balik kerumah pacarnya.
Setahun kemudian, aku menikah. Suamiku juga pegawai kantoran. Kami berdua cicil rumah bareng. Suamiku bilang bahwa uang rumah biar dia saja yang bayar, aku bertanggung jawab untuk pengeluaran rumah tangga saja. Walau suamiku ngomong seperti itu, aku tetap bersikeras ingin bagi dua. Rasanya berbeda karena aku juga ikut membayar setengah dari rumah ini. Bukannya dapat gratisan.
Ketika hubungan baik, milik dia juga milik aku, kalau berantem, belum tentu loh. Dengan seiringnya waktu, ketika hubungan hambar dan saling kesal dengan satu sama lain, dia bisa saja dengan gampangnya mengatakan "Keluar!". Apakah kamu pernah berfikir jika terjadi pada dirimu apa yang akan kamu lakukan?
Ketukan pintu dari Inah membuyarkan lamunanku. Aku melihat mukanya yang terlihat pahit. Aku kesal sekali dengannya. Hidup Inah sekarang begini semua gara-gara pilihannya. Aku menegaskan bahwa pilihan satu-satunya adalah berpisah, atau nggak dia akan menyesal seumur hidup.
Inah akhirnya mendengarkanku. Mereka putus. Inah pun menyewa kosan kecil dan mulai bekerja dengan rajin. Seolah-olah kembali seperti dirinya yang dulu, Inah yang aku kenal saat kuliah. Dia mengatakan bahwa dia harus membeli sebuah rumah, tidak peduli mau kecil kek mau besar kek, pokoknya harus ada.
Kadang-kadang, jika kamu menginginkan sesuatu dengan serius dan berkerja keras, maka suatu saat akan membuahkan hasil. Setengah tahun kemudian, Imipian Inah terkabul, dia mendapat promosi yang besar. Dia akhirnya mulai mencicil rumah kecil. Sebagai teman, aku sangat senang untuknya. Aku merasa air mataku mengalir, tapi air mata ini adalah air mata bahagia.
Seorang artis di tiongkok, Masu namanya, dulu pernah bertengkar dengan pasangannya. "Keluar!" Itu satu kata yang sangat menyakitkan, tapi itulah yang terjadi pada Masu. Masu dengan sakit hati menarik koper dan membanting pintu. Tapi detik itu juga, Masu baru sadar dia tidak tahu harus kemana, tidak ada tujuan. Malam itu dia bengong ditengah jalan, malu untuk minta bantuan kepada temannya. Saat itu, dia sadar bahwa wanita tidak harus menikah, tapi HARUS ada rumah sendiri.
Masu akhirnya bekerja keras dan membeli rumah miliknya sendiri. Mulai dari hari itu, tidak ada yang bisa sembarangan suruh Masu "keluar". Sejak saat itu, Masu juga makin percaya diri. Katanya setelah punya rumah, sikap pacar terhadapnya juga pelan-pelan berubah.
Sampai sekarang, masih banyak wanita memilih pasangan yang punya mobil dan rumah. Daripada begitu, mending berusaha untuk punya mobil dan rumah sendiri.
Milik orang lain selamanya akan tetap milik orang lain. Daripada punya suami, punya pacar, mending punya sendiri. Karena milik sendiri, baru benar-benar memiliki.
Sumber: Todays Headlines